Djarot Resmi Gubernur, Senyum Tertahan, Kembali Mengungkit Ahok, Tidak Mau Menggunakan Ruang Kerja Gubernur
Kisah haru kembali dipertontonkan Djarot setelah dirinya resmi dilantik menjadi gubernur DKI menggantikan posisi Ahok. Djarot telah resmi menjabat Gubernur DKI Jakarta setelah dilantik Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara pada Kamis (15/6/2017) pagi.
Jujur melihat raut wajah Djarot, saya tidak melihat ada rasa bahagia dirinya diangkat menjadi gubernur. Djarot memang tersenyum, tapi senyumnya tidak selepas seperti biasanya ketika sedang bersama Ahok. Bahkan, Djarot juga tidak mempersiapkan apa-apa menjelang pelantikannya. Djarot seperti tidak mempersoalkan jabatan barunya.
Sikap Djarot yang seperti ini memang wajar. Djarot sangat menghormati Ahok. Dia tidak mungkin bisa berbahagia dengan jabatan barunya disaat sahabat sejatinya justru harus mendekam di penjara. Djarot hanya pasrah menjalani jabatan barunya. Jika pun misalnya dia tetap menjadi Plt gubernur, saya yakin Djarot tidak akan mempersoalkan.
Djarot tidak mungkin bisa berbahagia diatas penderitaan sahabatnya. Kembali Djarot mengenang masa-mas indah bersama sahabatnya. Dia kembali menceritakan perjalanan kerjanya dengan Ahok dalam memimpin Jakarta.
Djarot menyebut bahwa kerjanya sekarang itu berbeda saat Ahok masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sekang dia harus bekerja sendiri.
“Kalau dulu kan ada Pak Ahok enak membaginya ya,” ujar Djarot di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (15/6/2017).
Saat masih menjabat sebagai wakil gubernur, Djarot menyebut dia lebih banyak bekerja di luar, sementara Ahok, sebagai gubernur, menyelesaikan pekerjaan di kantor.
“Koordinasi lebih enak, bisa bagi itu, bagi waktu, bagi tugas. Sekarang kan kami sendiri,” kata dia.
Bekerja sendiri, kata Djarot, lebih berat dibandingkan bekerja berdua. Namun, Djarot menyebut pekerjaan harus tetap diselesaikan karena merupakan tanggung jawab.
“Makanya saya bilang sama temen-temen birokrasi, ini kerja kami harus maksimal lho sehingga sampai bulan Oktober kami bisa memberikan yang terbaik untuk warga Jakarta,” ucap Djarot.
Setelah resmi menjadi gubernur, Djarot juga ingin berbagi kebahagiaan dengan Ahok. Dirinya tidak mungkin bisa melupakan Ahok. Djarot berencana menemui Ahok di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, pada Kamis (15/6/2017) ini.
Djarot menuturkan, sebelum dilantik sebagai gubernur, Djarot juga sudah menemui Ahok untuk berdiskusi. Oleh karena itu, setelah dilantik pun dia akan kembali berdiskusi dengan Ahok. Djarot mengatakan bahwa bagaimana pun juga apa yang terjadi pada hari ini itu tidak lepas dari kenegarawanan Ahok. Ahok lebih mementingkan kepentingan pemerintahan dibandingkan dirinya sendiri.
“Dengan pengunduran diri Pak Ahok, maka proses penetapan definitif itu bisa menjadi lebih cepat,” ucapnya..
Tidak Mau Menempati Ruang Kerja Gubnernur
Saya yakin Djarot belum bisa move on dari Ahok. Djarot sangat menghormati Ahok. Rasa penghormatannya kepada Ahok terlihat dari sikap Djarot yang tidak mau menempati ruang kerja gubernur DKI. Meski sudah menjadi gubernur, Djarot menyatakan akan tetap bekerja di ruang wakil gubernur (wagub) yang berada di lantai 2, Balai Kota DKI Jakarta, dan tidak akan pindah ke ruang kerja gubernur di lantai dasar Balai Kota DKI Jakarta.
Sejak masih menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Djarot juga tetap bekerja di ruang wagub dan hanya sesekali menggelar pertemuan atau rapat di ruang kerja gubernur.
Mengapa Djarot tidak mau menempati ruang kerja gubernur padahal dia sangat berhak untuk itu?
Rasa hormat Djarot kepada Ahok memang sangat luar biasa. Bagi Djarot, dirinya sampai kapanpun adalah wakil Ahok. Dia tidak mau mengutak-atik ruang kerja yang selama ini ditempati oleh Ahok. Djarot begitu tawadlu dan selalu merasa dibawah Ahok.
Sikap Djarot sangat berbeda sekali dengan Sumarsono yang tidak ada rasa segan menempati ruang kerja Ahok ketika menjadi Plt Gubernur DKI.
Entah sikap hormat seperti apalagi yang diperlihatkan oleh Djarot untuk Ahok. Tidak ada sedikitpun gelagat untuk menyaingi Ahok. Padahal dalam politik, lawan bisa jadi kawan, sebaliknya kawan bisa jadi lawan. Tidak sedikit antar ketua dan wakil saling berkhianat satu sama lain.
Hal ini berbeda dengan Ahok-Djarot. Keduanya sangat kompak dan saling bahu membahu. Tidak ada yang saling menjatuhkan dan merasa paling pintar sendiri. Ahok tidak menganggap Djarot sebagai wakil, namun sebagai partner kerja yang sejajar. Saya yakin persahatan Ahok-Djarot akan terus berjalan mesra meskipun sudah tidak berpartner dalam jabatan pemerintahan.