Pemerintah Serius Mau Pindahkan Ibu Kota Negara, Bagaimana dengan Anies-Sandi?
Kalau ada pertanyaan provinsi apa di Indonesia yang tidak terlalu luas tapi penduduknya padat, pasti sebagian besar akan menjawab DKI Jakarta.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Jakarta hanya seluas 661,5 km2 atau 56 kalinya luas Jawa Barat, namun penduduknya mencapai angka 9,6 juta.
Belum lagi ditambah dengan masyarakat dari provinsi lain seperti Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan lain-lain yang bekerja di Jakarta. Ditambah dengan orang-orang dari desa-desa di pelosok Indonesia yang datang ke Jakarta untuk mengadu nasib setiap tahunnya, semakin membuat Jakarta sumpek dan penat.
Akibatnya permasalahan sosial di Jakarta semakin hari semakin bertambah. Angka kriminalitas meningkat dan prostitusi kuantitasnya juga semakin bertambah banyak.
Belum lagi banyak masyarakat yang tidak mampu beli rumah sehingga mereklamasi pinggiran sungai di Jakarta. Hal ini yang kemudian menyebabkan terjadinya banjir dan keindahan ibu kota negara jadi berkurang. Padahal ibu kota negara, merupakan icon atau kebanggaan suatu negara.
Memang sebelumnya Jakarta punya gubernur Ahok yang serius menata ibu kota. Sungai-sungai direvitalisasi dan dikembalikan fungsinya seperti sediakala. Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dipindahkan ke tempat yang lebih layak, yaitu rumah susun (Rusun). PPSU dibentuk untuk membebaskan Jakarta dari sampah dan banjir.
Di bawah kendali Ahok ibu kota negara ditata sedemikian rupa. Ahok bercita-cita mengubah wajah Jakarta melebihi Singapura.
Hingga dalam waktu singkat masyarakat sudah merasakan dampaknya. Sungai – sungai jadi bersih, banjir jadi berkurang. Pelayanan terhadap masyarakat juga semakin meningkat. Belum lagi banyak masyarakat yang sakit berhasil tertolong dengan mendapatkan perawatan yang layak di rumah sakit.
Namun sayangnya semangat Ahok dan jajarannya memoles dan merawat ibukota jadi terhenti karena divonis dua tahun penjara oleh hakim atas tuduhan penistaan agama.
Pertengahan Oktober 2017 hingga 5 tahun ke depan Jakarta tidak lagi dipimpin oleh gubernur galak dan suka marah-marah, tapi akan dipimpin oleh gubernur yang bicara manis, kurang berani mengeksekusi program dan ambil resiko.
Sedikit demi sedikit setelah ditinggal Ahok Jakarta kembali ke masa jahiliah. Balai kota yang setiap pagi rame didatangi warga untuk mengadu atau hanya sekedar berfoto bersama dengan Ahok mulai sepi.
Sebelumnya warga relah datang pagi-pagi dan mengantri hanya untuk bertemu dengan Ahok. Saat itu Ahok sudah seperti artis yang lagi naik daun, memiliki banyak fans, mulai dari anak-anak, remaja, bapak-bapak, ibu-ibu bahkan kakek nenek. Pokonya tidak kalah banyak dengan fans Jonru, aktivis sosmed yang juga sedang naik daun.
Memang Djarot juga punya semangat yang sama untuk membenahi ibu kota, namun tidak senekad dan seagresif Ahok, sehingga hasilnya pun berbeda. Apalagi kedepannya Jakarta akan dipimpin oleh gubernur yang didukung ormas radikal dan anti Pancasila. Bisa-bisa tugas dan kewenangan Satpol PP digantikan oleh laskar FPI.
Belum lagi sebagian anggota DPRD DKI Jakarta kredibilitasnya sudah tidak baik. Dikhawatirkan Anies yang tidak tegas akan mengakomodir permintaan anggota DPR yang tidak masuk akal untuk balas budi. Anies juga tidak akan seberani Ahok melawan anggota DPRD yang memasukkan anggaran UPS ke APBD DKI Jakarta.
Gubernur baru, track recordnya masyarakat sudah tahu. Hal ini yang membuat semangat memindahkan ibu kota semakin menggebu-gebu. Memang memindahkan ibu kota negara tidaklah segampang ormas radikal mempersekusi orang yang tidak sepaham dengannya, namun saat ini prosesnnya terus berjalan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro menyampaikan presiden Jokowi masih menugaskan kementeriannya untuk mengkaji rencanaan pemindahan ibu kota. Saat ini BAPPENAS masih melakukan pengkajian dan survey lokasi. Bahkan Bambang mengatakan maju terus pantang mundur. Ini bukti bahwa pemerintah serius ingin memindahkan ibu kota negara.
Bambang menambahkan pemindahan ibu kota bertujuan untuk mengurangi kepadatan di Jakarta. Selain itu, perkembangan ekonomi baru juga sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia.
Daerah yang masuk dalam kajian adalah Kalimantan, karena lokasinya juga berada ditengah-tengah Indonesia. Mudah-mudahan kajian ini cepat selesai, tutur Bambang.
Mengenai rencana pemindahan ibu kota ini menuai pro dan kontra di masyarakat. Diantaranya yang pro yaitu Gubernur Kalimantan Tengah, karena rencananya ibu kota baru adalah Palangkaranya, ibu kota Kalteng.
Kalau ibu kota jadi pindah saat pemerintahan Anies-Sandi tentu citra Anies-Sandi akan semakin menurun. Dan yang citranya naik adalah gubernur Kalteng. Karena menjadi gubernur ibu kota negara lebih istimewa dibandingkan dengan gubernur provinsi lainnya.
Gubernur ibu kota negara paling banyak disorot masyarakat dan media, sehingga akan terkenal dan elektabilitasnya juga akan tinggi. Dan yang terpenting, menjadi gubernur ibu kota negara juga telah terbukti mampu mengantarkan seseorang menjadi presiden.
Padahal kita tahu sendiri kalau Anies juga ingin jadi presiden. Akankah rencana pemindahan ibu kota ini mengubah rencana Anies mencalonkan diri sebagai presiden? Atau Anies akan mundur dari kursi gubernur Jakarta dan mencalonkan diri sebagai gubernur Kalimantan Tengah? Hanya Anies lah yang tahu jawabannya.
Kalau ada pertanyaan provinsi apa di Indonesia yang tidak terlalu luas tapi penduduknya padat, pasti sebagian besar akan menjawab DKI Jakarta.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Jakarta hanya seluas 661,5 km2 atau 56 kalinya luas Jawa Barat, namun penduduknya mencapai angka 9,6 juta.
Belum lagi ditambah dengan masyarakat dari provinsi lain seperti Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan lain-lain yang bekerja di Jakarta. Ditambah dengan orang-orang dari desa-desa di pelosok Indonesia yang datang ke Jakarta untuk mengadu nasib setiap tahunnya, semakin membuat Jakarta sumpek dan penat.
Akibatnya permasalahan sosial di Jakarta semakin hari semakin bertambah. Angka kriminalitas meningkat dan prostitusi kuantitasnya juga semakin bertambah banyak.
Belum lagi banyak masyarakat yang tidak mampu beli rumah sehingga mereklamasi pinggiran sungai di Jakarta. Hal ini yang kemudian menyebabkan terjadinya banjir dan keindahan ibu kota negara jadi berkurang. Padahal ibu kota negara, merupakan icon atau kebanggaan suatu negara.
Memang sebelumnya Jakarta punya gubernur Ahok yang serius menata ibu kota. Sungai-sungai direvitalisasi dan dikembalikan fungsinya seperti sediakala. Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dipindahkan ke tempat yang lebih layak, yaitu rumah susun (Rusun). PPSU dibentuk untuk membebaskan Jakarta dari sampah dan banjir.
Di bawah kendali Ahok ibu kota negara ditata sedemikian rupa. Ahok bercita-cita mengubah wajah Jakarta melebihi Singapura.
Hingga dalam waktu singkat masyarakat sudah merasakan dampaknya. Sungai – sungai jadi bersih, banjir jadi berkurang. Pelayanan terhadap masyarakat juga semakin meningkat. Belum lagi banyak masyarakat yang sakit berhasil tertolong dengan mendapatkan perawatan yang layak di rumah sakit.
Namun sayangnya semangat Ahok dan jajarannya memoles dan merawat ibukota jadi terhenti karena divonis dua tahun penjara oleh hakim atas tuduhan penistaan agama.
Pertengahan Oktober 2017 hingga 5 tahun ke depan Jakarta tidak lagi dipimpin oleh gubernur galak dan suka marah-marah, tapi akan dipimpin oleh gubernur yang bicara manis, kurang berani mengeksekusi program dan ambil resiko.
Sedikit demi sedikit setelah ditinggal Ahok Jakarta kembali ke masa jahiliah. Balai kota yang setiap pagi rame didatangi warga untuk mengadu atau hanya sekedar berfoto bersama dengan Ahok mulai sepi.
Sebelumnya warga relah datang pagi-pagi dan mengantri hanya untuk bertemu dengan Ahok. Saat itu Ahok sudah seperti artis yang lagi naik daun, memiliki banyak fans, mulai dari anak-anak, remaja, bapak-bapak, ibu-ibu bahkan kakek nenek. Pokonya tidak kalah banyak dengan fans Jonru, aktivis sosmed yang juga sedang naik daun.
Memang Djarot juga punya semangat yang sama untuk membenahi ibu kota, namun tidak senekad dan seagresif Ahok, sehingga hasilnya pun berbeda. Apalagi kedepannya Jakarta akan dipimpin oleh gubernur yang didukung ormas radikal dan anti Pancasila. Bisa-bisa tugas dan kewenangan Satpol PP digantikan oleh laskar FPI.
Belum lagi sebagian anggota DPRD DKI Jakarta kredibilitasnya sudah tidak baik. Dikhawatirkan Anies yang tidak tegas akan mengakomodir permintaan anggota DPR yang tidak masuk akal untuk balas budi. Anies juga tidak akan seberani Ahok melawan anggota DPRD yang memasukkan anggaran UPS ke APBD DKI Jakarta.
Gubernur baru, track recordnya masyarakat sudah tahu. Hal ini yang membuat semangat memindahkan ibu kota semakin menggebu-gebu. Memang memindahkan ibu kota negara tidaklah segampang ormas radikal mempersekusi orang yang tidak sepaham dengannya, namun saat ini prosesnnya terus berjalan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro menyampaikan presiden Jokowi masih menugaskan kementeriannya untuk mengkaji rencanaan pemindahan ibu kota. Saat ini BAPPENAS masih melakukan pengkajian dan survey lokasi. Bahkan Bambang mengatakan maju terus pantang mundur. Ini bukti bahwa pemerintah serius ingin memindahkan ibu kota negara.
Bambang menambahkan pemindahan ibu kota bertujuan untuk mengurangi kepadatan di Jakarta. Selain itu, perkembangan ekonomi baru juga sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia.
Daerah yang masuk dalam kajian adalah Kalimantan, karena lokasinya juga berada ditengah-tengah Indonesia. Mudah-mudahan kajian ini cepat selesai, tutur Bambang.
Mengenai rencana pemindahan ibu kota ini menuai pro dan kontra di masyarakat. Diantaranya yang pro yaitu Gubernur Kalimantan Tengah, karena rencananya ibu kota baru adalah Palangkaranya, ibu kota Kalteng.
Kalau ibu kota jadi pindah saat pemerintahan Anies-Sandi tentu citra Anies-Sandi akan semakin menurun. Dan yang citranya naik adalah gubernur Kalteng. Karena menjadi gubernur ibu kota negara lebih istimewa dibandingkan dengan gubernur provinsi lainnya.
Gubernur ibu kota negara paling banyak disorot masyarakat dan media, sehingga akan terkenal dan elektabilitasnya juga akan tinggi. Dan yang terpenting, menjadi gubernur ibu kota negara juga telah terbukti mampu mengantarkan seseorang menjadi presiden.
Padahal kita tahu sendiri kalau Anies juga ingin jadi presiden. Akankah rencana pemindahan ibu kota ini mengubah rencana Anies mencalonkan diri sebagai presiden? Atau Anies akan mundur dari kursi gubernur Jakarta dan mencalonkan diri sebagai gubernur Kalimantan Tengah? Hanya Anies lah yang tahu jawabannya.
Sekian!
Posting Komentar
Posting Komentar