Image and video hosting by TinyPic

Rengekan SBY Biadab, Merendahkan Presiden Jokowi

Maaf pembaca LASKAR4DNEWS, jika judul di atas terkesan sangat emosional dan keras, saya sengaja dan memang demikianlah situasi batin saya sebagai warga negara saat mendengar konpres SBY pada Rabu, 1 Februari 2017. Jadi judul itu tidak semata untuk menarik perhatian pembaca. Tetapi saya juga tidak asal membuat judul dan menuduh, saya punya alasan logis.



Pertama, SBY mengklarifikasi tuduhan-tuduhan atas banyak hal. Sebenarnya tidak ada yang menuduh SBY sebagai aktor politik, mendanai aksi damai, urusan pemboman, dan makar. Bahwa ada opini publik menuduh beliau karena tidak ada angin tidak ada hujan beliau konpres tentang kasus penistaan agama yang terkesan sangat memprovokasi dengan lebaran kudanya. Pada konpres itu, SBY menjelaskan bahwa tidak ada yang kebal hukum, sekalipun itu gubernur, Ahok. Ini secara tidak langsung mau mengatakan bahwa Ahok tidak diproses hukum karena dia gubernur, dan pemerintah tidak melakukan tugasnya. Mencurigai pemerintah…

Kedua, SBY berkeinginan ketemu Jokowi. Sebenarnya tidak ada yang salah jika SBY berkeinginan bertemu Jokowi. Tetapi menurut saya tidak perlu banyak bacotlah. Apa susahnya bertemu Jokowi bila memang ada niat baik. Netizen saja bertemu Jokowi, pemilik Facebook bertemu Jokowi, Timnas Sepak Bola ketemu Jokowi, BJ Habibi, Tri Sutrisno dan Prabowo ketemu Jokowi, dan yang lain ketemu Jokowi. Tidak sulit tong. Jokowi bukan presiden yang anti-silaturahmi, lu aja kali yang gengsian berharap Jokowi yang datang menemui. Lagi-lagi dia menganggap presiden tidak punya waktu untuk dia. Emank lu siapa, kan cuma mantan baperan ahli prihatin. Saya prihatin, Pak SBY melihat Anda mengemis sok elegan.

Ketiga, SBY menuduh Presiden Jokowi DILARANG 2-3 orang di sekelilingnya. Ini tuduhan paling menghina presiden menurut saya. Sejak kapan presiden tunduk kepada orang di sekelilingnya? Secara tidak langsung SBY mau mengatakan bahwa Presiden Jokowi tunduk kepada orang di sekelilingnya lalu kemudian mengurungkan niat untuk bertemu SBY. Berarti SBY menganggap bahwa Jokowi tidak punya kebebasan untuk menjalankan tugas sebagai presiden. Juga mau mengatakan bahwa Jokowi adalah presiden yang bisa disetir dan diarahkan orang di sekelilingnya. Dan dengan demikian, SBY masih menganggap Jokowi hanya presiden boneka. Ini sangat menyakitkan.

Saya tidak ingin punya presiden boneka yang tunduk kepada orang di sekelilingnya. Saya menginginkan presiden yang punya kemampuan kehendak bebas menjalankan tanggung jawab sebagai presiden. Saya juga menginginkan presiden memperbaiki bangsa ini atas kehendak dan kemampuannya sendiri, bukan karena orang lain, bukan pula karena tekanan kelompok tertentu.

Tetapi saya maklum kenapa SBY menuduh Jokowi seperti itu. Sebab SBY dikacangin Jokowi, dianggap tidak pernah ada di kancah perpolitikan Indonesia. Kan sakit broh… Kamu sudah memimpin negara selama 10 tahun, tetapi setelah itu kamu dianggap tidak punya pengaruh apa-apa. Disinggung sedikit saja tidak, apalagi ditemui atau diundang. Kan menyakitkan itu…. tetapi tetap tidak bisa menjadi alasan untuk menghina presiden dengan mengatakan bahwa Jokowi tunduk atas larangan orang terdekatnya.

Keempat, SBY mengklarifikasi pencatutan namanya di persidangan penistaan agama. Sebenarnya klarifikasi ini terkesan sangat responsif dan tanpa pertimbangan. Seharusnya SBY menunggu klarifikasi dari kuasa hukum Ahok, bukannya malah langsung konpres dan balik menuduh pihak Ahok melakukan penyadapan dan menuntut keadilan. Seharusnya SBY sudah lebih mengerti tentang ini karena dia dulu presiden RI ke-6. Kalau kemudian SPY langsung menanggapi pihak Ahok, mungkin dia masih belum belajar dari pengalamannya dulu ketika dibohongi dengan BBM dari air dan gundukan emas ala Andi Arif. Sampai di sini sebenarnya saya kasihan. Tetapi lebih kasihan lagi Indonesia yang selama 10 tahun diperintah presiden penikmat hoax.

Kelima, SBY menuduh Ahok dan kuasa hukumnya menyadap dirinya. Secara terang benderang kuasa hukum Ahok tidak ada menyebut penyadapan di persidangan. Kuasa hukum Ahok mengatakan bahwa ada komunikasi antara SBY dengan Ma’ruf Amin dan berita itu ada di media. Apakah ada penyadapan atau tidak, pihak kuasa hukum Ahok sudah mengklarifikasi di berbagai media bahwa tidak ada penyadapan, mereka tidak punya hak untuk menyadap siapa pun. Nah loh… Mantan kita satu ini kembali termakan hoax berikut jajaran partainya yang sudah terlebih dahulu menuduh pihak Ahok melakukan penyadapan. Jadi sebaiknya SBY menggunakan jalur hukum, habis perkara. Ojo keakean cangkem (jangan kebanyakan omong), kata rakyat jelata.

Keenam, SBY menuduh kalau bukan dari pihak Ahok, berarti yang berhak menyadap. Ini berbahaya. Jadi kalau bukan pihak Ahok yang menyadap, lalu mereka mendapat informasi itu dari siapa? Yang berhak melakukan penyadapan adalah lembaga resmi negara, seperti KPK, BIN dan Kepolisian. Kalau lembaga resmi negara yang menyadap, lalu memberikan informasi itu ke pihak Ahok, berarti pemerintah membantu Ahok, kan memprovokasi lagi. Selain membantu Ahok, pemerintah juga bekerja sama dengan Ahok untuk menjatuhkan SBY, kan playing as victim lagi. Kecurigaan berlebihan alias fobia…

Ketujuh, SBY memprovokasi lagi. Analisa SBY tentang penyadapan berujung pada provokasi bahwa ada tendensi pemerintah tidak dapat menjamin kebebasan seseorang. Sebab bila mantan presiden yang punya pengaman saja bisa disadap apalagi rakyat lainnya. Meskipun SBY menggunakan kata ‘tolong’, tetapi justru itu yang menambah daya provokasinya. Apalagi ketika SBY meminta presiden Jokowi menjelaskan hal itu, akan menggiring opini publik bahwa Presiden Jokowi menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang. Provokasi ini sangat berbahaya justru karena disampaikan secara lembut dan bertele-tele.

Agenda lain Konpres SBY
                                                    Presiden Jokowi di Hambalang

Bila kita mencermati lebih teliti, tentu kemunculan SBY ini selain merengek minta ketemu Jokowi dan klarifikasi pencatutan namanya oleh pihak Ahok, ada agenda tersembunyi. Pertama,menunjukkan pengaruh politik, bahwa SBY dan Demokratnya belum tamat, meskipun kader banyak terjerat korupsi dan sudah ditinggal Ruhut (kalau yang ini selingan saja). Kedua,menempatkan diri sebagai korban, sebagaimana biasanya ketika dia belum jadi mantan. Ketiga,membersihkan nama, setelah dituduh oleh bukan pemerintah mendanai dan menunggangi aksi damai 411 dan 212, makar, kasus Antasari dan Patrialis Akbar. Keempat, mengkritik kepada pemerintah, atau lebih tepatnya mencurigai pemerintahan Jokowi. Kelima, memprovokasi (memanaskan suasana) kaum sumbu pendek yang memang dari awal sudah tidak suka dengan Jokowi dan Ahok.

Sebenarnya masih banyak hal yang bisa kita tafsirkan dari konpres SBY. Tetapi sudahlah, saya kira sudah cukup. Kasihan melihat SBY saat ini bagai singa ompong tak bertaring. Cukuplah kiranya kita melihat dia merengek minta bertemu Jokowi. Cukuplah juga kita melihat kegagalan-kegagalan yang dialaminya dalam memerintah maupun mendidik anak, yang satunya tidak berani lagi berkutik, sementara yang satunya justru menurunkan martabat sang pepo. Jadi saya tidak mau menambah pucat wajahnya lagi.

Terakhir. Saya masih berharap, SBY muncul ke publik sebagai negarawan sejati sebagaimana mestinya seorang mantan presiden yang memilih meninggalkan kepentingannya demi kepentingan bangsa ini. Saya juga berpesan agar SBY memilih meninggalkan dunia perpolitikan berbasis kekeluargaan. SBY lebih baik mengkritik Jokowi dengan kritik-kritik yang membangun demi kemajuan bangsa ini. Dan tolong jangan menganggap Presidenku Jokowi, yang telah menyelesaikan beberapa persoalan yang kau tinggalkan itu, sebagai presiden boneka. Silakan konpres, tapi yang menyejukkan. Lain dari itu siap-siap dikuliti, ntar kelar hidup lu….

Salam…….
Label:

Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.