Akhir Jabatan, Djarot Terus Menghadirkan Sosok Ahok
Kisah perjalanan DKI Jakarta pada periode 2012-2017 bisa dikatakan menjadi bagian sejarah paling menarik bagi ibu kota negara tersebut. Pada periode itu, Jakarta dipimpin oleh 3 gubernur yang sama-sama hebat. Ahok menjadi gubernur DKI yang paling banyak mendapat sorotan karena kebetulan beragama non-muslim dan etnis China. Gaya kepemimpinannya menjadi keunikan tersendiri disamping segudang prestasi yang ditorehkannya. Ahok juga dikenal gubernur yang perhatian terhadap umat Islam di Jakarta. Ahok membangunkan masjid yang megah serta mengumrohkan marbot.
Ahok menjadi sosok yang mampu mengambil hati masyarakat. Dengan gaya kepemimpinan yang apa adanya, ceplas-ceplos, bersih, melayani, dekat dengan rakyat, memuat masyarakat berbondong-bondong datang ke balai untuk berkeluh kesah tentang persoalan hidup kepada Ahok. Uniknya, tidak sedikit masyarakat yang datang ke balai kota hanya untuk sekedar bertemu dan selfie dengan Ahok.
Seperti sebuah hukum alam bahwa tidak ada orang yang disukai oleh seluruh masyarakat, Ahok pun begitu. Jangankan Ahok, seorang nabi pun juga memiliki orang-orang yang mencintainya serta membencinya. Ahok dibenci oleh sekelompok orang yang bisnisnya terhalang oleh kebijakan Ahok yang pro rakyat. Ahok menjadi sosok yang mampu membuat sebagian orang iri. Dengan status non-muslim dan etnis China, tidak sedikit politikus yang merasa lebih berhak menjadi gubernur DKI dibanding Ahok.
Kebencian yang sangat memuncak akhirnya berakhir sebuah tragedi yang sangat memilukan. Ketika biasanya seorang pemimpin didemo dan dilengserkan karena korupsi, tidak mampu mensejahterakan rakyat, serta menyelewengkan jabatan, Ahok menjadi anomali. Ahok justru dilengserkan setelah memberikan segudang prestasi untuk Jakarta. Ahok dilengserkan setelah membangunkan masjid, mengumrohkan marbot, menjamin pendidikan anak-anak Jakarta dengan KJP, menormalisasikan sungai, serta membangunkan rusun untuk para tuna wisma. Mirisnya yang melengserkan Ahok adalah orang muslim yang telah diprovokasi oleh para begundal politik.
Kehebatan Ahok membawa Jakarta menjadi lebih baik mampu menarik simpati dan cinta dari orang-orang di luar Jakarta. Banyak penulis seword salah satunya saya sendiri yang tiba-tiba mencintai sosok Ahok, padahal kami bukan orang Jakarta. Kita pun belum pernah bertemu dengan Ahok secara langsung. Di luar sana, banyak sekali yang tiba-tiba respek terhadap Ahok. Meskipun Ahok nn-muslim dan China, hal tersebut tidak menghalangi umat Islam untuk mencintainya.
Meskipun jutaan orang berdemo di Jakarta menuntut Ahok di penjara, namun di belahan bumi Indonesia yang lain, puluhan juta umat Islam sangat respek terhadap Ahok.
Ketika kami yang bukan warga Jakarta, jauh dari Ahok, dan belum pernah bertemu dengan sosoknya terus bisa tiba-tiba mencintai Ahok, bisa dibayangkan betapa besar cinta orang-orang yang hampir selalu bersama dengan Ahok?
Mereka tentu lebih paham tentang Ahok dibandingkan kami yang hanya mampu melihat video dan pemberitaannya di media. Maka sangat wajar ketika Djarot begitu besar cintanya terhadap Ahok. Keduanya adalah sahabat yang saling bahu membahu berjuang untuk kota Jakarta. Djarot tahu betul luar dalam diri Ahok. Bagi Djarot, Ahok tidak hanya sekedar sahabat, namun juga sosok panutan yang layak dihormati. Djarot banyak belajar mengelola sebuah provinsi semodern DKI Jakarta.
Djarot menjadi sosok yang terpukul ketika Ahok divonis dua tahun penjara. Raut wajah dan sorot mata Djarot tidak bisa berbohong. Meskipun Djarot berusaha tetap tegar, namun nampak ada kesedihan yang mendalam dari sorot mata dan raut wajahnya.
Ketika Djarot dilantik menjadi gubernur DKI menggantikan Ahok, tidak terlihat raut wajah yang sedang berbahagia. Menggantikan kedudukan orang yang sangat dicintai tentu bukan sesuatu yang membahagiakan apalagi sosok tersebut sedang di dalam penjara. Begitu segan dan hormatnya Djarot kepada Ahok, dia tidak mau menempati ruang kerja gubernur yang sebelumnya menjadi ruang kerja Ahok.
Jika pembaca seword terus mengamati perjalanan Djarot memimpin DKI, di setiap acara atau kegiatan, hampir pasti dia akan selalu membawa nama Ahok. Ketika Djarot meresmikan sebuah proyek, dia akan membawa nama Ahok di sambutannya. Seolah-olah dia ingin mengatakan kepada masyarakat, bahwa proyek ini adalah jasa Ahok, bukan dirinya. Djarot seperti ingin meyakinkan masyarakat bahwa Ahok begitu peduli dengan rakyat Jakarta. Djarot seperti ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa sosok yang sedang meringkuk di penjara adalah orang yang telah berjasa besar terhadap Jakarta.
Berikut informasi dimana Djarot terus menghadirkan sosok Ahok di akhir jabatannya:
Ada yang menarik di hari-hari terakhir Djarot memimpin ibu kota. Berulang kali Djarot menghadirkan ‘sosok’ Ahok. Tidak secara nyata, namun melalui ucapan. Tengok saja saat Djarot meresmikan Program Bedah Rumah 2017 di Kelurahan Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (28/9).
Djarot mengatakan program bedah rumah ini digagas oleh Gubernur DKI sebelumnya yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk menciptakan dan merevitalisasi lingkungan yang kumuh dan yang menjadi pilot project adalah Cilincing Jakarta Utara. Djarot juga menyampaikan salam Ahok kepada seluruh warga, terlebih yang menerima bantuan program bedah rumah
Posting Komentar
Posting Komentar