Digencet Luhut Pandjaitan, Anies Harus Lawan Gerindra, Sandi, Prabowo, dan Pengembang
Sudah pasti Anies bingung. Dia digencet oleh Luhut Binsar Pandjaitan. Kepura-puraan politik yang mencoba dilakukan oleh politikus culun Gerindra semacam Andre Rosiade hanya memusingkan Anies semata. Anies harus berhadapan dengan Gerindra, Prabowo dan pengembang reklamasi sekaligus. Pun hal ini belum sempurna karena harus berhubungan dengan para gatoloco politikus semprul di DPRD DKI Jakarta. Perang kepentingan terkait uang bejibun sebesar Rp 50 triliun menjadi tontonan warga yang dianggap tolol, bahlul seperti kaum Bumi datar.
Sebenarnya, Anies yang memang tidak becus bekerja – dengan bukti dipecat – hanya dihadapkan kepada dua plihan dengan konsekuensi yang sungguh tidak dia bayangkan. Kita lihat dengan jernih betapa tekanan itu datang bertubi. Gencetan Jenderal Luhut Pandjaitan, tekanan para ormas, sikap kepuraaan bin munafik Gerindra, kepentingan diam Prabowo, kepentingan bisnis pengembang, dan publik yang menonton sambil tertawa.
Omongan tidak bermutu Andre Rosiade hanya gaya-gayaan memutar-mutar alasan, yang pada akhirnya Anies tetap menyetujui adanya reklamasi. Pun dia juga tidak memiliki kekuatan apapun bahkan ngomong soal menyebut Luhut Pandjaitan saja tidak berani si Andre Rosiade. Politikus semprul semacam ini tidak memiliki kredibilitas dan hanya menjadi pajangan daftar tidak bermutu. Omongan politikus itu sebenarnya adalah singnal dan pesan agar Anies segera bertindak untuk kepentingan mereka.
Selain gencetan dari parpol, juga tentu tekanan dari Sandi sendiri. Kini dia dibuat bingung ke sana ke mari dengan dalih mendengarkan masyarakat. Masalah sudah jelas. Yang tidak jelas jutru niatan Anies dan Sandi, politikus DPRD, pengembang dalam melawan proyek reklamasi yang semuanya telah berkekuatan hukum. Tekanan Sandi ini tidak bisa dianggap remeh. Karena Anies dalam mencapai kursi gubernur hanyalah bermodalkan dengkul – tidak seperti Sandi yang menghabiskan lebih dari Rp 60 miliar, sementara Anies? Modal dengkul jika dibandingkan pengeluaran Sandi.
Gencetan Luhut Pandjaitan jelas. Dia memaksa ketentuan pemasukan retribusi 15% dari NJOP proyek reklamasi diberlakukan. Ini keuntungan buat kas DKI. Kuncinya dipegang olehnya. Semua persyaratan telah terpenuhi terkait reklamasi. Upaya menurunkan retribusi kewajiban pengembang di bawah angka 15% adalah jelas perbuatan lacung bin korup. Itu amanat dan kesepakatan yang sudah diambil oleh Ahok dengan pengembang. Dengan angka ini maka DPRD DKI Jakarta tidak akan mendapatkan apapun dari proyek reklamasi.
Maka Anies pun mendapat tekanan dari DPRD DKI Jakarta untuk meloloskan reklamasi. Tidak ada jalan lain. Publik semua tahu bagaimana mereka berusaha menurunkan angka retribusi yang disetujui oleh Ahok dan pengembang dari angka 15% ke angka hanya 5% - dengan menghilangkan potensi pendapatan sebesar sekitar Rp 35 triliun sampai Rp 50 triliun. Terkait hal ini si koruptor Gerindra ditangkap yakni adik koruptor M. Taufik bernama M. Sanusi.
Gencetan DPRD DKI ini benar-benar menimbulkan simalakama bagi mereka sebenarnya. Namun sikap ndableg dan tidak tahu malu rupannya akan menjadi gambaran – dengan berbagai excuses alias alasan pembenaran justifikasi. Kemungkinan menurunkan nilai retribusi dan potensi pendapatan akan menunjukkan secara kasat mata korupsi dan KKN yang KPK harus lihat.
Para ormas pendukung Anies pun yang hobinya demo-demo bernasi bungkus selama Djarot-Ahok-Jokowi juga ikut bermain. Caranya mereka berkolaborasi dan melakukan pendekatan dengan para pengembang. Lalu mereka bisa dengan leluasa melakukan tekanan kepadanya. Jelas mereka akan menggencet dia tanpa ampun. Pun kepentingan ormas jelas: agar Anies mengikuti aturan dan tetap melanjutkan reklamasi.
Kepentingan lainnya adalah orang di sekeliling Prabowo. Prabowo memertemukan Anies, pengembang dan Prabowo sendiri, termasuk beberapa penguasaha. Prabowo tentu memiliki kepentingan terkait dengan pencitraan politik. Tentu omogannya standard normative, namun simbol politik pertemuan itu justru yang memiliki makna.
Nah, melihat gambaran seperti itulah, Anies kini tujuh keliling pusing. Hingga segala program yang dia janjikan belum satu pun yang terbukti. Pun dalam hal pelaksanaan pekerjaan dan APBD, E-budgeting telah mengunci rapat dan hanya memberikan sedikit ruang main baginya dan DPRD DKI Jakarta. Cepat atau lambat mereka frustasi. Dan, itu telah dimulai dengan tekanan-tekanan termasuk yang terpenting bagi mereka semua: reklamasi. Lawanlah Luhut Pandjaitan, Sandi, Gerindra, para ormas pendukung, pengembang, dan publik yang terpecah. Salam bahagia ala saya.
Posting Komentar
Posting Komentar