Dalam pidato pertamanya, Anies menyinggung tentang masalah pribumi dan non pribumi. "Kita semua pribumi ditindak, dikalahkan, kini saatnya kita menjadi tuan rumah di negeri Indonesia," ucapnya.
Dari ucapannya, seolah-olah kita sedang di zaman perang kemerdekaan. Seolah-olah kita sedang di jajah, sehingga dia mengobarkan kata-kata penyemangat untuk manjadi tuan rumah di negeri sendiri. Saya pribumi, dan saya tidak merasa dijajah.
Pribumi dan non pribumi sudah tidak relevan lagi digemborkan di bumi Nusantara. Mengapa demikian? Yang dimaksud Anies tersebut tentang pribumi dan non pribumi sendiri juga kurang jelas. Jika yang dimaksud adalah orang keturunan seperti Tionghoa, itu sudah salah besar. Karena orang Tionghoa yang ada di Indonesia juga sudah menjadi WNI dan memiliki hak dan kewajiban yang sama di negara ini. Dan perlu diketahui, Anies juga termasuk orang keturunan, bukan penduduk Nusantara, jadi yang digunakan patokan sebagai pribumi dan non pribumi itu apa?
Pidato pertama Anies semestinya tidak menyinggung itu. Jika pada masa kampanye saat melawan Ahok yang sering diserang dengan kata “China”, mungkin masih bisa dimaklumi, karena itu sebagai upaya mencari masa, tetapi saat ini dia sudah menjadi Gubernur, lantas apakah yang dituju?
Melihat histori yang ada, DKI menjadi barometer politik Indonesia. Karena pemimpin DKI akan menjadi sorotan seluruh wilayah Indonesia. Paling tidak itu dapat kita lihat dari sejarahnya Jokowi yang sukses di DKI lalu dipercaya menjadi Presiden. Mungkin itu juga yang menjadi target Anies, mengapa meski sudah menjadi Gubernur seperti masih kampanye untuk meraih kemenangan di pemilihan.
Itu tentu saja, selaras dengan hawa politik yang terjadi saat ini, dimana Jokowi diserang dengan isu antek asing, aseng dan asong. Mungkinkah ini salah satu strategi Anies untuk menuju pilpres? Karena jika dilihat dari sejarahnya, dia berambisi ingin menjadi Presiden dengan mengikuti konvensi capres Partai Demokrat?
Padahal baru saja saya menulis untuk mendukung Anies-Sandi, karena mau tidak mau, mereka hasil dari produk demokrasi yang harus dihargai. Tetapi, gelagat pada pidato pertamanya tersebut, membuat saya kembali mempertanyakan, tujuan sebenernya seorang Anies Baswedan disaat ingin menjadi pemimpin.
Ingin kesuksesan dengan mengulang isu SARA?
Mau diakui atau tidak, pilkada DKI yang membawa Anies-Sandi menjadi Gubernur diwarnai dengan hal-hal yang dianggap RASIS. Meskipun di lain pihak tim Anies-Sandi menolak bahwa perbuatan tidak terpuji (RASIS) tersebut bukanlah dari tim sukses mereka, tetapi pada kenyataanya, Ahok-Djarot tumbang karena propaganda SARA.Isu SARA dimainkan hanya oleh orang-orang yang hidup di zaman kegelapan. Dimana akibat tidak mampu bersaing secara sehat, maka digunakan sentimen SARA untuk menghancurkan kelompok-kelompok tertentu yang bertujuan untuk menarik simpatik kaum mayoritas untuk menggapai suatu kekuasaan dan nama besar.
Saya sempat kaget ketika ada teman share status seseorang tentang Gubernur DKI Jakarta terpilih saat ini. Dalam tulisan yang dicapture tersebut berbunyi “Ane sih gak berharap banyak ama gubernur baru, karena bagi ana yang penting muslim, dan Monas kembali bisa dipake buat tabligh Akbar”.
Pernyataan Netizen di atas menunjukan kesuksesan penggunaan isu SARA dalam pilkada DKI. Terkait dari kubu mana yang menggunakannya, ya entahlah, sebab dari kubu Anies sendiri menolak dikatakan menggunakan isu SARA dalam proses kampanyenya.
Tidak perlu pintar, tidak perlu jujur, koruptor pun tidak masalah jika sudah isu SARA yang digunakan, semua tenggelam dalam kefanatikan.
Jika pada pilkada lawannya sudah jelas bangsa keturunan Tionghoa yang Kristen, isu Agama sangatlah manjur. Tetapi bagaimana saat pilpres, dimana lawannya merupakan orang Jawa dan Islam? Yang disiapkan ya tinggal isu PKI dan antek Asing, itu kemungkinan yang terjadi, terkait siapa yang menebarkan isu tersebut, pasti tidak akan ada maling yang mau mengaku.
Langkah pertama untuk menggodok yaitu dengan mengkotak-kotakan sesama warga negara Indonesia. Membangun prasangka buruk terhadap kaum keturunan, sehingga menimbulkan persepsi ancaman bersama bagi yang mayoritas, sehingga ukuran prestasi tidak akan dipikirkan lagi.
Terkait siapakah yang mendesain hal tersebut? Tentu saja orang-orang yang ingin berkuasa secara tidak benar akibat keserakahan yang akan dilakukan saat berkuasa.
Supaya tidak menimbulkan persepsi buruk seperti yang saya sampaikan di atas, sebaiknya Anies fokus bekerja dan tidak menyampaikan hal-hal aneh yang terkesan RASIS lagi.
Posting Komentar
Posting Komentar